Minggu, 03 November 2013

Cinta yang Awalnya Kuat Ternyata Tetap Rapuh

'Bud, gimana sih rasanya jomblo?', tanya gue ke Budi, temen gue yang udah lama jomblo.
'Ya enak gak enak sih, bebas, tapi kadang sepi'
'Mungkin abis ini gue bakal kayak gitu, Bud', gue terdiam untuk beberapa saat, sebelum gue akhirnya bisa bilang ke Budi, 'Gue jomblo sekarang'.
'Ah masak? Serius lo?', Budi masih gak percaya. 'Tiga tahun lebih lo pacaran, putus? Ada apa sama lo?'
'Iya bud, gue putus', jawab gue makin lesu.

Putus cinta emang gak ada yang bikin seneng, sekalipun pada awalnya cinta itu karena terpaksa. Mungkin pas baru jadian, mereka yang jatuh cinta karena terpaksa jalanin hubungannya biasa-biasa aja, apa adanya perasaan mereka. Urusan peduli? Hati mereka aja awalnya udah kepaksa. Tapi yang pasti, sekalipun mereka jatuh cinta karena terpaksa dan akhirnya putus, mereka pasti sedih. Sedih karena udah pernah mencintai orang yang salah, atau mungkin sedih karena menyesal telah memberikan waktunya untuk orang yang tidak benar-benar dia cinta. Itu perasaan bagi mereka yang terpaksa. Bagi mereka yang awalnya emang saling sayang, dan udah punya komitmen, putus cinta bisa bikin gak makan, gak minum, bahkan sampai ada yang gak mau napas lagi. Cinta emang bisa bikin logika jadi keliatan lebih kecil daripada perasaan.

Dan saat ini, perasaan seperti itu juga yang sedang gue rasain. Logika gue berjalan lebih lambat daripada perasaan gue. Hati gue akhirnya harus kembali hidup sendiri setelah 3,5 tahun hidup dan tumbuh bareng dengan mantan gue. Gue rasa 3,5 tahun bukan waktu yang singkat untuk sebuah hubungan. Hamil aja yang cuma 9 bulan rasanya lama banget kayak 270 hari, eh apa bedanya ya. Intinya, hati gue yang dulu terang berkat dua cahaya yang hidup bersama, kini mulai gelap seiring hilangnya satu cahaya, dan meredupnya satu cahaya yang lain. Itu yang gue tau.

Yang gue gak tau, kenapa hubungan yang gue jaga selama ini cukup usai hanya dalam satu minggu. Iya, seminggu sebelum putus, pacar, eh, mantan gue, minta break (ya gini ini efek kalo susah move on, nyebut mantan aja masih pacar). Alasan dia minta break sih simpel: pengen fokus ke kuliah. Dari sini gue bisa terima dengan status break ini. Gue sangat paham dan gue tau perkuliahan dia emang berat banget, seberat hati gue menerima kenyataan bahwa kita saat ini sudah tidak bersama lagi. Yang gue gak bisa terima adalah kenyataan bahwa seminggu setelah gue putus, mantan gue jalan dengan cowok lain. Dan dari sini gue berpikir, bahwa kata break itu mungkin seharusnya buat dia adalah 'bosan dengan hubungan ini' atau lebih tepatnya 'bosan dengan gue' dan bagi gue break berarti 'detik menuju berakhirnya hubungan ini'.

Apakah hubungan yang selama ini gue jaga ternyata serapuh itu? Apakah semua tujuan yang kita bangun masih gak sanggup menopang hubungan kita? Apakah semua yang kita mimpiin terlupakan gitu aja? Keyakinan kita sejak awal hubungan apakah udah luntur gitu aja?
Berawal dari semua itu, gue belajar, bahwa cinta yang awalnya kuat pun ternyata tetap rapuh. Dan gue juga belajar bahwa cinta harus itu seperti rubik, kita perlu mindah-mindahin kotak satu per satu sebelum akhirnya menemukan satu bentuk utuh yang sempurna. Dan kotak itu adalah hati.


Jumat, 09 November 2012

Gue: Manusia Labil

Gue mengawali hari ini bukan dengan sesuatu yang menyenangkan. Gue semalem baru aja tengkar sama pacar. Hari itu gue emang lagi gak enak mood. Gue lagi menopause! Dikit-dikit bawaannya pengin marah. Tangan gue geli banget pengin megang kepala orang terus gue jitak dengan sadar pake linggis. Ada temen gue ngomong masalah homework tangan gue udah geli pengin jitak, ada lagi temen lain nendang titit gue rasanya tangan pengin banget ngebor palanya pake bor sumur. Yaiyalah siapa yang gak emosi kalo tititnya ditendang!

Gue melewati hari-hari itu dengan segala ketidakmood-an (ini sungguh penggunaan bahasa indonesia yang bodoh!) yang gue derita. Ada tugas rumah fisika bangunan bekas uts minggu lalu belom gue kerjain. Ada tugas lain di proyek tempat bokap gue kerja. Pada saat itu gue berpikir bahwa 'gue berharap pacar bisa bikin gue ceria lagi, pacar lah yang bisa melepaskan gue dari jerat kesetresan ini'. Bener banget. Harapan gue terwujud, sebelum disuatu sore setengah malam (ini waktu kenapa labil banget ya), terjadi sebuah kesalah pahaman antara gue sama pacar yang bikin gue makin stres. Iya gue stres. Gue stres. Gue stres. Cukup!

Gue stres, sampe gue berpikiran buat nggembel malem itu juga. Gue berniat buat tidur di jalan. Tapi niat itu gue urungkan karena jalan didepan kos gue lagi banjir. Percuma, yang ada gue malah disangka eek yang lagi ngambang di air kalo gue tetep nekat tidur dijalan yang banjir. Gue bertengkar dengan dahsyatnya sama pacar sampai menggemparkan dunia tarik suara Timor Leste (jangan tanya hubungannya apaan, gue stres). Entah saat itu gue kerasukan preman darimana yang bikin gue gak bisa ngendaliin emosi sampe gue berkata-kata sangat keras dan kasar ke pacar. Gue tau apa yang udah gue lakuin itu adalah sebuah kesalahan yang fatal. Gue tau pacar gue adalah tipe yang menyukai lelaki penyayang, kecuali lelaki penyayang istri orang lain. Gue tau mungkin setelah ini gue bakal menjadi jomblo lagi. Dan bener... akhirnya malam itu juga gue putus, secara gagal. Huehehe, gue batal putus. Pacar gue, lo emang keren banget. Makin sayang deh sama kamu... Sudirman :*

BUKAN!! BUKAN SUDIRMAN PACAR GUE!! GUE GAK HOMO!!!

Malam menjelang banci mulai mangkal, gue masih belom bisa kembali seperti semula, tersenyum secara gila, tertawa tanpa bahasa, mengupil secara intensif. Gue masih belum bisa seperti itu. Hingga mata yang sudah tak sanggup lagi berbicara ini pun menutup malam gelapku hari itu dengan sebuah pesan bahwa semuanya akan segera kembali pada napas yang sebenarnya. Gue barusan nulis apaan?

Esok harinya, gue masih merasa sangat bersalah dan bertanggung jawab atas air mata yang menetes dari bibir mata pacar gue. Gue tau, maaf saja tak akan pernah cukup menguapkan air mata itu. Ah.. baiklah gue harus move on. Oke, gue move on dari kejadian kemaren. Perlahan gue menghapus setiap slide kejadian semalam, gue datengin dia dikampus. Tapi pacar lebih memilih mengajak gue nanti sore untuk makan.

Sore, gue menjemput pacar dikampus. Perlahan, menuju rumah makan favorit kita berdua. Gue diem, pacar diem, waitress diem. Semua diem kecuali hati gue yang daritadi terus berpikir kata apa yang tepat buat mengawali percakapan di sore hari yang mendung ini.

'Aku minta maaf ya semalem', gue megang tangan pacar.
'Iya gapapa kok', dia tersenyum, memaksa. 'Pacarku yang selama ini gak pernah seperti kemaren malam, kemaren malam kamu bukan pacarku, aku kangen kamu yang tidak akan membiarkan setetes air mata jatuh dari mataku', kata-kata itu, membuat bibir gue terlalu sulit untuk mengucapkan kata-kata yang lain. Kata-kata itu, sudah sangat cukup membuat gue kembali tersadar, bahwa gue bukan seperti kemarin malam.

Situasi mendadak galau. Makin pas banget karena saat itu cuaca sedang mendung, gelap, seperti hati gue, meskipun batal putus. 'Iya aku minta maaf, aku janji aku gak akan kayak gitu lagi, aku akan seperti dulu lagi', gue menatap matanya, dalam, penuh cinta. Dia tersenyum.

Pada akhirnya, pada sebuah percakapan dimana gue sukses dengan terhormat dia gombalin.

Pacar : 'Sayang, kunci kamu dimana?'
Gue   : 'Ini ada di saku, kenapa?'
Pacar : 'Ohh gapapa'
Gue   : 'Kunci kamu dimana sayang?'
Pacar : 'Kunci aku udah aku buang tadi'
Gue   : '(mangap) Lhoh kok dibuang?'
Pacar : 'Iya, biar gembok dihati aku ini yang didalamnya ada kamu gak bisa lagi dibuka oleh siapapun'
Gue   : (pingsan)

Itu pertama kalinya gue digombalin cewek. Saking senengnya gue kemudian teriak-lari keluar rumah makan-nyalain sepeda motor-pulang kekosan-balik lagi ke rumah makan, gue lupa belom bayar. Hari itu kita mengakhiri sore dengan sebuah kecupan manis dari senyumnya yang kembali dapat menyemburkan kesegaran dan ketenangan untuk seluruh organ tubuhku.

Sebagai penegasan kalo aku gak homo, nama pacarku adalah Ika Prima Yulianti Kusuma Dewi. Dan aku, sayang kamu :)

Sabtu, 06 Oktober 2012

Mie Tomcat another disaster!

Gue ngerasa kalo udah lama banget gak nulis di blog ini. Emang bener sih. Sewaktu pulang kuliah kemaren temen gue, Derex, tanya 'Cal, kamu punya blog?'
Gue kaget, yang pertama gue pikirin adalah 'kenapa dia tanya kayak gitu? dia tau darimana gue punya blog?'
'ii.. iya punya. Kenapa cuy?', gue masih kaget.
'alamat blognya apaan?'
'radiasibendahitam.blogspot.com, kenapa?'
'gak papa sih', Derex tersenyum unyu.

Pertanyaan Derex kembali ngingetin gue sama blog ini. Iya ya gue punya blog. Tentang gimana gue berusaha nulis disini, gue curhat semua apa yang gue resahin, meskipun gue tau curhatan gue bener-bener gembel. Setelah sekian lama gue gak nulis, gue sadar kalo disinilah tempat gue meluapkan segala kegelisahan yang gue rasain. Disinilah gue memulai segalanya!

Hari rabu kemaren gue diajak temen-temen sekelas buat nyobain mie tomcat. Dari namanya aja yang ada di pala gue adalah 'kasian tomcat yang dulu gigitin manusia sekarang malah jadi mie yang dimakan manusia'. Mungkin inilah yang dinamakan hukum karma sebagai balasan dari kelakuan tomcat di masa lalu, dan hukum rimba, dimana terjadi proses makan dan dimakan.

Nyampe kedai mienya bukannya lihat daftar menu gue sama Budi malah ngemodus mbak kasir. Kita berdua pura-pura nukerin uang ketika mbaknya bilang 'Maaf mas uang pecahannya udah abis'
Sambil benerin pita suara, gue niruin suara orang abis makan permen hexos 'Kalo nomer hape ada dong?'
Entah mungkin gue salah ngomong, tiba-tiba mas-mas pelayan yang dibelakang mbak kasirnya langsung nengok ke gue sama Budi dengan tatapan yang mengisyaratkan bahwa gue adalah orang yang menculik adeknya mas-mas itu dan selama masa penyanderaan adek tersebut cuma gue kasih dia makan tepung sagu. Sangar!

Varian mie disana ada banyak banget, mulai dari level paling cemen: Paud, yaitu mie tanpa cabe, sampai level paling serem: Profesor, mie dengan 35 biji cabe! Gue sebagai lelaki yang cemen nanggung memilih level yang nanggung juga: level SMA, terlihat seksi dengan 15 cabe. Sendokan pertama biasa, kedua biasa, ketiga mulai panas, keempat makin panas, kesepuluh mie di piring udah abis lengkap dengan segelas es teh manis yang langsung kosong gue sedot gara-gara kepedesan. Tapi sebelum itu Redi, gue tau dia emang cemen banget, dia cuman pesen mie level TK dengan cuman 3 cabe, tapi setengah gelas es teh gue malah dia yang ngabisin. Gue pengin ngababin dia sambil berharap gara-gara kepedesen kayak gini gue bisa mengeluarkan nafas api seperti naga di sinetron indosiar buat nyembur pala Redi.

Sepuluh menit berlalu gue baru ngerasain efeknya. Perut gue rasanya kayak lagi hamil neraka. Gue langsung balik ke kosan, gue ambil 2 gelas air putih dan berharap setelah gue minum air putih neraka di perut gue bisa berkurang. Tapi kenyataannya adalah: semakin malem semakin lama semakin hari semakin panas semakin mules. Sampe 4 hari setelah makan mie tomcat diare gue belom juga sembuh. Gue bahkan harus keluar masuk WC setiap 2 jam sekali. Di kampus pun juga sama. Kampret. Dan entah kapan Pandu ngefoto gue yang lagi ngempet kontraksi super duper hebat di usus seperti ini:

Lebih mirip tomcat sakit perut

Blogger Indonesia

Blogger Indonesia